Dedi Mulyadi Tetap Kirim Siswa Bermasalah ke Barak Militer, Meski Menuai Pro dan Kontra

kebunbibit.id – Nama Dedi Mulyadi di Indonesia seringkali dikaitkan dengan kebijakan yang berani dan tidak konvensional. Mantan Bupati Purwakarta yang kini menjadi anggota DPR RI ini kembali menarik perhatian publik dengan kebijakannya yang mengirimkan siswa bermasalah ke barak militer. Meski kebijakan ini menuai pro dan kontra, Mulyadi tetap teguh pada keyakinannya bahwa disiplin yang ketat bisa mereformasi perilaku remaja bermasalah lebih efektif daripada hukuman konvensional.

Pendekatan Disiplin Berbasis Pelatihan Militer

Program ini ditujukan untuk siswa yang melakukan pelanggaran seperti perundungan, bolos sekolah, penyalahgunaan narkoba, dan sikap membangkang terhadap guru. Alih-alih memberikan hukuman tradisional seperti skorsing atau pengusiran, Dedi Mulyadi memilih untuk mengirimkan siswa-siswa ini ke kamp militer yang mengedepankan pelatihan fisik yang ketat, pembinaan moral, dan kegiatan membangun kerjasama tim.

Menurut Mulyadi, tujuan dari program ini bukanlah untuk menghukum, tetapi untuk mengubah perilaku siswa tersebut. “Kami tidak mengirimkan mereka untuk dihukum, tapi untuk dibina,” ujarnya dalam sebuah wawancara. Dia menekankan bahwa banyak dari siswa-siswa ini berasal dari keluarga yang kurang mampu atau menghadapi masalah sosial, sehingga mereka memerlukan struktur yang jelas, bimbingan, dan penguatan mental.

Reaksi Publik: Dukungan dan Kritikan

Kebijakan ini mendapat reaksi yang beragam dari publik, pendidik, dan aktivis hak asasi manusia. Para pendukungnya berpendapat bahwa program ini dapat menanamkan disiplin, rasa hormat, dan tujuan hidup pada siswa yang mungkin terabaikan oleh sistem pendidikan tradisional. Mereka merujuk pada testimoni dari peserta program yang mengklaim bahwa waktu mereka di kamp militer telah membantu mereka mengubah hidup.

“Saya dulu berada di jalan yang salah,” kata Arif, seorang mantan peserta. “Tapi setelah menghabiskan waktu sebulan di kamp, saya belajar tanggung jawab dan mulai menghormati guru dan orang tua saya.”

Namun, di sisi lain, para kritikus meragukan implikasi etis dari mengirimkan anak-anak ke lingkungan militer. Aktivis hak asasi manusia memperingatkan adanya potensi trauma emosional, paksaan, dan risiko kekerasan. Mereka berpendapat bahwa pendekatan yang terlalu keras bisa memperburuk masalah perilaku yang sebenarnya ingin diselesaikan.

“Penggunaan disiplin militer terhadap anak-anak adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan,” kata Lestari Moerdijat, seorang aktivis perlindungan anak. “Rehabilitasi harus fokus pada empati dan dukungan psikologis, bukan latihan fisik yang kaku dan perintah yang keras.”

Ahli Pendidikan Sarankan Pendekatan Seimbang

Beberapa ahli pendidikan menyarankan agar disiplin dikombinasikan dengan konseling psikologis untuk mencapai solusi yang lebih seimbang. Mereka berpendapat bahwa masalah perilaku seringkali berasal dari masalah psikologis atau keluarga yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan disiplin saja.

“Program berbasis militer mungkin efektif bagi sebagian orang, tetapi harus disertai dengan konseling profesional dan bimbingan berkelanjutan,” kata Dr. Haris Setiawan, seorang psikolog pendidikan di Universitas Gadjah Mada. “Pendekatan holistik sangat penting untuk memastikan perubahan perilaku yang berkelanjutan.”

Dedi Mulyadi Tetap Teguh Pada Pendiriannya

Meski menuai kontroversi, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa ia tidak akan menghentikan program tersebut. Ia percaya bahwa hasil positif yang tercatat lebih banyak daripada kritikan yang ada, dan ia melihat kebijakannya sebagai alternatif dari kebijakan hukuman di sekolah yang sering kali gagal mengatasi akar masalah perilaku siswa.

“Saya sering menerima surat dari orang tua yang mengucapkan terima kasih,” ujarnya. “Mereka memberitahu saya bahwa anak-anak mereka telah berubah menjadi lebih baik, dan itu adalah satu-satunya pembenaran yang saya butuhkan.”

Melihat Ke Depan: Masa Depan Disiplin di Sekolah Indonesia

Ketika Indonesia terus menghadapi masalah perilaku siswa, perdebatan tentang kebijakan Mulyadi ini membuka pertanyaan yang lebih besar: Apa cara terbaik untuk mendisiplinkan dan merehabilitasi siswa?

Meskipun pendekatan berbasis militer mungkin bukan solusi universal, implementasinya telah memicu percakapan penting tentang reformasi sistem hukuman di sekolah-sekolah. Ketika sektor pendidikan terus berkembang, menemukan pendekatan yang seimbang, manusiawi, dan berdampak untuk mendisiplinkan siswa tetap menjadi tantangan yang mendesak.