Nama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) biasanya identik dengan fasilitator dunia usaha. Namun, Februari 2025 lalu, publik dikejutkan oleh kabar dugaan praktik “jatah proyek” senilai Rp 5 triliun yang melibatkan seorang pengurus Kadin Kota Cilegon. Kasus ini mengguncang kepercayaan pelaku industri dan membuka kembali diskusi soal transparansi pengadaan barang jasa di wilayah industri strategis Banten. Berikut rangkuman lengkap fakta lapangannya.
1. Kronologi Singkat Pengungkapan
- Awal Mula – Informasi pertama muncul 3 Februari 2025 lewat laporan tertulis kontraktor lokal kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon. Mereka mengaku dipaksa menyetor “uang koordinasi” agar bisa menang tender proyek APBD.
- Operasi Intelijen – Menyusul laporan itu, tim intel Kejari melakukan penyelidikan tertutup ke sejumlah dinas. Pada 10 Maret 2025, mereka menemukan bukti digital percakapan WhatsApp yang menunjukkan pembagian paket pekerjaan sebelum lelang resmi dibuka.
- Penetapan Tersangka – 5 April 2025, Kejari menetapkan HF—oknum Wakil Ketua Kadin Cilegon bidang konstruksi—sebagai tersangka utama bersama dua pejabat di Dinas PUPR.
2. Modus “Jatah Proyek”
- Quota Listing – Paket-paket pekerjaan infrastruktur di-listing lebih dulu, lengkap dengan nilai dan pemenang “titipan.”
- Fee Commitment – Kontraktor diarahkan untuk menandatangani surat kesiapan menyerahkan fee 10 %–15 % setelah pencairan termin.
- Pengamanan Dokumen – Kelompok HF diduga memanipulasi dokumen evaluasi administrasi agar hanya perusahaan “terundang” yang lolos.
Nilai akumulatif proyek yang sudah diatur sejak 2023 diperkirakan mencapai Rp 5 triliun, mencakup pembangunan jalan akses kawasan industri, revitalisasi drainase kota, dan pengadaan alat berat.
3. Dampak Terhadap Iklim Investasi
- Trust Deficit – Investor korporasi multinasional di Kawasan Industri Krakatau Steel menunda ekspansi karena khawatir biaya siluman akan membengkak.
- Efisiensi Tergerus – Laporan Indonesian Procurement Watch (21 April 2025) menunjukkan harga penawaran pemenang tender di Cilegon rata-rata 18 % di atas kota industri lain di Banten.
- Kemiskinan Struktural – Proyek infrastruktur mahal namun berkualitas rendah memicu biaya logistik tinggi; beban akhirnya ditanggung UMKM lokal.
4. Langkah Hukum & Reformasi
a. Kejaksaan
- Menyita tujuh rekening atas nama HF dan keluarganya senilai Rp 47 miliar.
- Menggunakan pasal pencucian uang agar aset dapat dirampas meski belum ada putusan inkrah.
b. Kadin Provinsi
- Membekukan keanggotaan HF dan membentuk tim etik untuk melakukan audit internal.
- Berkomitmen menerapkan e-procurement watchdog independen mulai semester II-2025.
c. Pemerintah Kota
- Wali Kota Cilegon menandatangani Perwal No. 9/2025 tentang keterbukaan dokumen RUP (Rencana Umum Pengadaan) yang wajib di-upload H-30 sebelum tender.
5. Peluang Perbaikan
- Digital Forensic Audit – Mengintegrasikan log server LPSE dengan Badan Siber dan Sandi Negara agar jejak manipulasi terekam.
- Whistleblower Reward – Memberi insentif finansial bagi pelapor praktik korupsi, meniru model KPK’s Justice Collaborator.
- Kolaborasi CSO – Menggandeng LSM seperti ICW untuk memantau proses lelang secara real-time melalui dashboard publik.
6. Kesimpulan
Kasus dugaan “jatah proyek” Rp 5 triliun di Kadin Cilegon menjadi cermin rapuhnya sistem pengadaan jika tidak diawasi ketat. Selain menurunkan kepercayaan investor, praktik ini memperlebar kesenjangan pembangunan daerah. Transparansi digital, penegakan hukum tegas, dan partisipasi masyarakat sipil adalah kunci memutus rantai korupsi sektor konstruksi. Dengan momentum pengungkapan ini, Cilegon punya peluang memperbaiki tata kelola dan memulihkan reputasi sebagai kota industri yang ramah investasi—asal reformasi tidak berhenti di tengah jalan.