kebunbibit.id – Keluarga Berencana (KB) adalah program penting yang telah dilaksanakan di berbagai negara untuk mengontrol pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Di Indonesia, program KB umumnya lebih dikenal dengan fokus pada metode kontrasepsi untuk perempuan, seperti pil KB, suntik, maupun alat kontrasepsi dalam rahim (IUD). Namun, meskipun keberadaan KB pria telah lama ada, jumlah partisipasi pria dalam program KB masih tergolong minim. Apa alasan di balik hal ini? Berikut adalah penjelasan dari para ahli kesehatan.
1. Kurangnya Sosialisasi dan Edukasi tentang KB Pria
Salah satu faktor utama yang menyebabkan rendahnya partisipasi pria dalam program KB adalah kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang pilihan kontrasepsi untuk pria. Meskipun metode kontrasepsi pria seperti kondom dan vasektomi sudah lama tersedia, banyak pria yang belum sepenuhnya memahami manfaat dan cara kerja metode ini. Menurut dr. Dita Wulandari, seorang ahli kesehatan reproduksi, banyak pria yang merasa tidak tahu apa saja pilihan yang tersedia bagi mereka, atau bahkan merasa bahwa kontrasepsi adalah tanggung jawab wanita saja. “Sosialisasi yang terbatas mengenai KB pria membuat banyak pria belum tertarik untuk menggunakannya,” ujarnya.
2. Stigma Sosial dan Budaya
Stigma sosial yang ada dalam masyarakat juga menjadi penghalang utama dalam partisipasi pria dalam program KB. Dalam banyak budaya, termasuk di Indonesia, penggunaan kontrasepsi pria sering dipandang tabu atau bahkan dipertanyakan maskulinitasnya. Beberapa pria mungkin merasa tidak nyaman dengan prosedur medis seperti vasektomi atau merasa bahwa menggunakan kondom akan merusak kenikmatan seksual mereka. Padahal, menurut penelitian, penggunaan kondom justru dapat memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap infeksi menular seksual (IMS) selain mencegah kehamilan.
Menurut Dr. Harianto, seorang pakar andrologi, “Penting untuk mengubah persepsi masyarakat bahwa kontrasepsi adalah tanggung jawab bersama antara pria dan wanita. Peran pria dalam merencanakan keluarga juga sama pentingnya.”
3. Kurangnya Akses dan Pilihan Metode Kontrasepsi Pria
Meskipun ada beberapa metode KB pria yang sudah terbukti efektif, seperti kondom dan vasektomi, pilihan ini masih terbatas jika dibandingkan dengan pilihan kontrasepsi untuk wanita. Metode kontrasepsi pria yang lebih permanen, seperti vasektomi, juga sering kali memiliki risiko medis yang membuat sebagian pria ragu untuk melakukannya. Bahkan, tidak semua rumah sakit atau klinik menyediakan layanan vasektomi, yang membuat akses untuk pria menjadi terbatas.
Menurut ahli kesehatan reproduksi, Dr. Maya, “Pemerintah dan lembaga kesehatan perlu memperluas akses terhadap layanan KB pria dan melakukan riset lebih lanjut untuk mengembangkan metode kontrasepsi pria yang lebih beragam dan aman.”
4. Kurangnya Dukungan dari Pasangan Wanita
Faktor lain yang memengaruhi rendahnya partisipasi pria dalam program KB adalah kurangnya dukungan atau pemahaman dari pasangan wanita. Dalam banyak kasus, wanita lebih terbuka terhadap penggunaan kontrasepsi karena mereka yang merasa paling bertanggung jawab atas kehamilan. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan dalam tanggung jawab penggunaan kontrasepsi dalam rumah tangga. Padahal, kedua pasangan seharusnya memiliki peran yang setara dalam merencanakan keluarga.
“Dukungan pasangan sangat penting dalam mendorong partisipasi pria dalam program KB. Ketika pasangan wanita mendukung dan mengedukasi pasangannya tentang pentingnya peran pria dalam program KB, maka partisipasi pria cenderung lebih tinggi,” jelas dr. Dita Wulandari.
5. Faktor Kesehatan dan Ketidaknyamanan
Selain faktor sosial dan budaya, faktor medis dan ketidaknyamanan fisik juga menjadi alasan mengapa pria enggan mengikuti program KB. Sebagian pria khawatir dengan efek samping yang mungkin timbul akibat penggunaan kondom atau prosedur medis seperti vasektomi. Meskipun vasektomi adalah prosedur yang relatif aman, beberapa pria merasa cemas dengan potensi perubahan fisik atau gangguan pada kualitas sperma mereka.
Namun, dr. Maya menambahkan, “Sebagian besar prosedur KB pria, seperti kondom dan vasektomi, memiliki tingkat keberhasilan yang sangat tinggi dan risiko yang rendah. Edukasi mengenai keamanan dan manfaat prosedur ini dapat membantu mengurangi rasa cemas dan ketidaknyamanan pria.”
6. Potensi Perubahan di Masa Depan
Di sisi positif, perkembangan dalam bidang kesehatan reproduksi pria terus mengalami kemajuan. Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk mengembangkan pil KB pria yang lebih praktis dan efektif. Jika produk ini berhasil dikembangkan dan tersedia secara luas, ini bisa menjadi solusi bagi masalah minimnya partisipasi pria dalam program KB.
Penutupan gap antara pilihan KB untuk wanita dan pria akan membawa dampak positif tidak hanya bagi kesehatan individu, tetapi juga bagi perencanaan keluarga yang lebih baik. Oleh karena itu, peningkatan kesadaran, edukasi yang lebih baik, dan pengembangan metode kontrasepsi pria yang lebih beragam adalah langkah-langkah penting yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan lembaga kesehatan.
Kesimpulan
Minimnya partisipasi pria dalam program KB adalah hasil dari kombinasi faktor sosial, budaya, dan medis. Masyarakat perlu diberikan edukasi yang lebih baik mengenai pentingnya peran pria dalam merencanakan keluarga, sementara pengembangan metode kontrasepsi pria yang lebih efektif dan aman juga harus menjadi fokus penelitian. Dengan demikian, di masa depan, peran pria dalam program KB dapat meningkat, menciptakan keluarga yang lebih sehat dan seimbang.