Rektor Universitas UP Dicopot karena Diduga Membela Korban Pelecehan Seksual

kebunbibit.id – Dunia pendidikan tinggi kembali diguncang skandal. Kali ini, sorotan publik tertuju pada Universitas Pembangunan (UP), setelah kabar mengejutkan beredar bahwa Rektor UP resmi dicopot dari jabatannya. Pencopotan tersebut diduga kuat berkaitan dengan sikap sang rektor yang membela korban dalam kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kampus.

Awal Mula Kasus Pelecehan Seksual di Universitas UP

Kasus ini bermula dari laporan beberapa mahasiswa dan staf kampus yang mengaku menjadi korban tindakan pelecehan seksual oleh oknum dosen senior. Laporan tersebut awalnya ditangani secara internal, namun lambatnya proses penyelidikan membuat korban merasa tidak mendapatkan keadilan yang layak. Melihat kondisi ini, Rektor UP mengambil sikap berbeda: ia secara terbuka menyatakan dukungan terhadap korban dan mendesak penyelidikan transparan.

Dukungan ini dinilai oleh sebagian pihak di dalam universitas sebagai langkah kontroversial. Beberapa petinggi kampus menganggap bahwa sikap rektor tersebut memperkeruh suasana dan berpotensi mencoreng nama baik institusi.

Proses Pencopotan Rektor

Tak berselang lama setelah pernyataan dukungannya, Senat Universitas UP mengadakan rapat luar biasa. Hasilnya, mayoritas anggota senat memutuskan untuk mencopot sang rektor dari jabatannya. Secara resmi, alasan yang disebutkan adalah “ketidakmampuan menjaga stabilitas internal universitas”, namun banyak pihak menilai bahwa pencopotan ini tidak lepas dari keberpihakan rektor kepada korban pelecehan.

Pihak universitas belum memberikan penjelasan rinci terkait proses ini, namun sumber internal menyebutkan bahwa tekanan dari sejumlah pemangku kepentingan berperan besar dalam keputusan tersebut.

Dukungan dari Masyarakat dan Aktivis

Kabar pencopotan rektor UP memicu gelombang solidaritas dari berbagai pihak. Aktivis hak asasi manusia, organisasi mahasiswa, hingga tokoh pendidikan ramai-ramai mengecam tindakan tersebut. Mereka menilai bahwa keberanian seorang pemimpin kampus untuk berpihak kepada korban justru seharusnya diapresiasi, bukan dihukum.

“Ini menunjukkan bahwa budaya membungkam korban masih kuat di dunia pendidikan kita,” ujar Dina Rachmawati, aktivis perempuan dari LSM Perlindungan Perempuan Nusantara. “Kami mendesak Universitas UP untuk meninjau kembali keputusannya dan memberikan perlindungan maksimal kepada korban.”

Di media sosial, tagar #DukungRektorUP dan #KeadilanUntukKorban sempat menjadi trending, memperlihatkan betapa besarnya perhatian publik terhadap kasus ini.

Tantangan Penanganan Pelecehan Seksual di Kampus

Kasus di Universitas UP menjadi cerminan betapa kompleksnya penanganan pelecehan seksual di institusi pendidikan. Banyak kampus di Indonesia masih menghadapi kendala struktural, seperti ketakutan terhadap dampak reputasi dan tekanan dari pihak internal maupun eksternal.

Menurut laporan Komnas Perempuan, pelecehan seksual di kampus sering kali tidak tertangani dengan baik karena adanya budaya tutup mulut dan minimnya mekanisme pelaporan yang aman. Banyak korban memilih diam karena khawatir akan stigma atau pembalasan.

Upaya Perbaikan dan Harapan ke Depan

Pencopotan rektor UP seharusnya menjadi momentum evaluasi besar-besaran bagi dunia pendidikan tinggi Indonesia. Universitas harus berani menempatkan perlindungan korban sebagai prioritas utama, bukan justru menghukum mereka yang berusaha membela keadilan.

Pakar pendidikan, Dr. Arif Subagyo, menekankan pentingnya membangun sistem yang melindungi hak korban dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku. “Kampus harus menjadi ruang aman bagi semua civitas akademika. Hanya dengan komitmen kuat terhadap keadilan, dunia pendidikan kita bisa maju,” ujarnya.

Saat ini, beberapa organisasi mahasiswa berencana mengajukan petisi untuk menuntut transparansi dalam proses pencopotan rektor dan perlindungan maksimal bagi semua korban pelecehan di Universitas UP.

Kesimpulan

Kasus pencopotan rektor Universitas UP karena membela korban pelecehan seksual membuka mata banyak pihak tentang masih beratnya perjuangan melawan ketidakadilan di institusi pendidikan. Diperlukan perubahan sistemik agar keberanian berpihak kepada kebenaran tidak lagi dihukum, melainkan dihargai sebagai langkah progresif menuju kampus yang lebih aman dan berkeadilan.