Eiffel Padam, Dunia Berduka atas Wafatnya Paus Fransiskus

kebunbibit.id – Dalam momen yang penuh kesedihan dan bersejarah, Menara Eiffel di Paris padam malam tadi untuk menghormati wafatnya Paus Fransiskus. Paus yang dikenal dengan sifat rendah hati, belas kasih, dan usahanya untuk menjembatani kesenjangan antar komunitas ini meninggal pada usia 88 tahun. Kepergiannya menandai berakhirnya masa kepausan yang telah mempengaruhi politik global, toleransi beragama, dan diskursus kemanusiaan secara mendalam.

Sebuah Isyarat Simbolis Kesedihan Global

Menara Eiffel, salah satu landmark paling terkenal di dunia, mematikan lampunya sebagai simbol kuat dari rasa berkabung dan persatuan. Tindakan ini diikuti dengan penghormatan serupa di seluruh dunia: lonceng berbunyi di Kota Vatikan, lilin dinyalakan di katedral-katedral di seluruh dunia, dan bendera dipasang setengah tiang di banyak negara.

Isyarat ini menggambarkan betapa besar rasa hormat yang dimiliki Paus Fransiskus, tidak hanya di kalangan umat Katolik, tetapi juga di luar batasan agama. Para pemimpin dari berbagai agama, tokoh politik, aktivis, dan masyarakat biasa bergabung dalam menyampaikan rasa kesedihan dan penghormatan kepada seorang tokoh yang keberadaannya melampaui batasan-batasan spiritual.

Paus Fransiskus: Warisan Belas Kasih dan Reformasi

Lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio di Buenos Aires, Argentina, Paus Fransiskus terpilih menjadi paus ke-266 Gereja Katolik Roma pada tahun 2013. Beliau adalah paus pertama dari Amerika, paus pertama yang berasal dari Ordo Jesuit, dan paus non-Eropa pertama dalam lebih dari 1.200 tahun. Pemilihannya menandai sebuah titik balik dalam sejarah Gereja Katolik.

Paus Fransiskus terkenal karena komitmennya pada kesederhanaan dan keadilan sosial. Dari menolak apartemen kepausan yang mewah hingga mencuci kaki narapidana dan orang miskin, tindakannya sering kali lebih berbicara daripada kata-katanya. Beliau mendukung berbagai isu seperti kesadaran perubahan iklim, kesetaraan ekonomi, dan hak-hak pengungsi, sering kali menantang para pemimpin dunia untuk bertindak dengan kasih sayang dan integritas.

Ensikliknya, Laudato Si’, yang berisi ajakan penuh semangat untuk menjaga lingkungan, menjadi dokumen penting dalam gerakan iklim global. Selain itu, sikap terbuka Paus Fransiskus terhadap komunitas terpinggirkan—termasuk komunitas LGBTQ+—meskipun kontroversial bagi sebagian pihak, membuatnya dihormati oleh banyak orang.

Seorang Paus yang Dekat dengan Rakyat

Salah satu ciri khas Paus Fransiskus adalah kemampuannya untuk terhubung dengan orang-orang dari berbagai latar belakang, tidak peduli agama atau kepercayaannya. Beliau selalu menekankan dialog di atas perpecahan, cinta di atas doktrin, dan pelayanan di atas kekuasaan. Kepausannya ditandai dengan upaya-upaya untuk menyembuhkan perpecahan dalam Gereja dan mempererat hubungan antaragama.

Sepanjang hidupnya, Paus Fransiskus menekankan belas kasihan dan empati. Dalam kata-katanya: “Gereja bukanlah rumah tol; Gereja adalah rumah Bapa, tempat di mana setiap orang memiliki tempat.” Visi inklusif ini membentuk tidak hanya teologi beliau, tetapi juga cara beliau terlibat dalam krisis global.

Reaksi Dunia terhadap Wafatnya Paus Fransiskus

Ucapan belasungkawa datang dari seluruh penjuru dunia. Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menggambarkan beliau sebagai “kompas moral di masa-masa yang penuh gejolak.” Presiden AS, pemimpin Uni Eropa, serta tokoh-tokoh dari komunitas Muslim, Yahudi, Hindu, dan Buddha semuanya mengeluarkan pernyataan yang memuji kontribusi beliau terhadap perdamaian dan persatuan.

Platform media sosial dipenuhi dengan penghormatan, kenangan, dan pesan terima kasih. Hashtag seperti #ThankYouFrancis dan #PopeFrancisLegacy menjadi tren di seluruh dunia, menunjukkan betapa dalamnya dampak emosional yang ditinggalkan oleh kepergian beliau.

Melihat ke Depan

Saat Vatikan mempersiapkan konklaf untuk memilih paus berikutnya, dunia merenungkan dampak mendalam dari masa kepausan Paus Fransiskus. Beliau mendefinisikan ulang apa artinya memimpin, tidak hanya sebagai figur agama tetapi juga sebagai seorang kemanusiawan global.

Padamnya Menara Eiffel lebih dari sekadar penghormatan—itu adalah pengingat akan cahaya yang telah dibawa oleh Paus Fransiskus dalam kehidupan jutaan orang. Warisannya akan terus hidup di hati mereka yang terinspirasi oleh seruannya untuk kebaikan, keadilan, dan perdamaian.

Kesimpulan

Wafatnya Paus Fransiskus menandai berakhirnya sebuah era luar biasa bagi Gereja Katolik dan dunia. Komitmennya yang tak tergoyahkan pada belas kasih, reformasi, dan persatuan meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah. Saat Menara Eiffel berdiri dalam penghormatan, dunia pun berhenti sejenak—bukan hanya untuk berduka, tetapi untuk mengenang hidup yang benar-benar mencerminkan pesan cinta dan harapan.